Kebahagiaan untuk Sahabat dan
Keluarga
Namaku
Luna. Karena tubuhku yang kecil, orang-orang memanggilku Cimut. Luna adalah
anak tunggal yang lahir dari seorang keluarga yang cukup mapan. Namun dengan
kondisi keluarganya yang selalu ribut, Luna ingin memberikan kebahagian untuk
kedua orangtuanya dan orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap hari Luna
selalu diantar Pak Budi untuk berangkat sekolah. Pak Budi sudah bekerja di
keluarga luna sebagai sopir sejak Luna masi kecil. Tapi Luna sudah menganggap
Pak Budi seperti ayah sendiri. Begitu juga Pak Budi, yang sudah menganggap Luna
seperti anaknya sendiri. Karena Luna selalu menyayanginya seperti ayah sendiri,
walaupun Pak Budi hanya seorang supir. Pagi ini Luna bangun kesiangan. “ Pagi
Pak Budi...” Sapa luna dengan mulut yang penuh roti. Pak Budi sampai tertawa
melihat pipi Luna yang penuh makanan. “ Eh non Luna, telat lagi non? Tanya Pak
Budi. “Iya pak. Pak ayo kita langsung
berangkat aja, soalnya Luna udah telat!” kata luna dengan tergesah-gesah. Sesampainya
disekolah Luna langsung lari dan masuk ke kelasnya.
Bel istirahat telah berbunyi, Luna yang dari tadi lapar langsung pergi
kekantin dengan ketiga sahabat nya yaitu
Dina, Monika, dan Fara. Ibu kantin yang sudah hafal dengan kebiasaan mereka
langsung mengambilkan 4 porsi bakso dan es teh. Tanpa melihat kanan kiri Luna
dan sahabatnya langsung menyantab bakso yang ada didepannya. “Aduh perutku
kenyang banget nie” kata Dina yang tubuhnya paling besar diantara ketiga
sahabatnya itu. “Kamu sii din kalau makan gak ingat-ingat perut celenganmu itu,
yang sepertinya udah mau meledak aja” kata Fara. Mendengar ucapan Fara , Monika
dan Luna yang sedang asik melihat sahabatnya itu makan langsung tertawa. Luna
dan ketiga sahabatnya itu bersahabat sejak mereka duduk dibangku SMP (Sekolah
Menengah Pertama). Waktu itu mereka yang sedang mengikuti masa orientasi siswa
sedang mendapatkan tugas dari kakak kelas mereka. Mereka bertemu dalam satu
kelompok. Disitulah mereka mulai bersahabat dan saling tolong menolong. Dan
ternyata persahabatan mereka masi berlangsung hingga sekarang. Akhirnya bel
masuk berbunyi keempat sahabat itu meletakkan beberapa lembar uang di meja dan langsung
kembali kekelas masing-masing.
Sepulang sekolah Luna bersama ketiga
sahabatnya pergi main kerumah Monika. “kalian jadi kerumahku kan???” tanya
Monika. “tentu aja” kata Luna. Dina yang dari tadi asik makan ciki yang ada di
tangannya itu, ikut-ikutan ngejawab. “Tapiii... dirumah kamu banyak makanan kan
Mon???” Dengan serentak ketiga sahabatnya yang lain pun menjawab “Genduuut....
makanan terus yang dipikirin” Karena badan Dina yang gemuk seperti kerbau,
mereka sering memanggilnya Gendut. Sesampainya dikamar Monika, Luna langsung
merentangkan tubuhnya ke kasur yang diikuti juga oleh Fara. Saat kita sedang
asik tiduran, tiba-tiba Monika masuk dengan membawa beberapa minuman dan roti
buatan mamanya. Mamanya Monika itu memang jago banget kalau urusan
masak-memasak. Jadinya kita sering banget di suguhi beberapa kue. Seperti saat
ini kue yang sedang asik Luna makan.
“Hem
enak banget mon, roti buatan mama kamu memang paling enak di dunia” kata Luna.
“Bilang
aja Mut, kalau kamu minta dibuatin lagi” sahut fara yang sedang baca novel.
“tenang
aja, masi banyak kog. Hehehehe” jawab Monika.
Di
kamar yang tidak terlalu besar itu mereka berbicara banyak hal, mulai dari
masalah novel terbaru, film tebaru yang tayang di bioskop, percintaan, sampai
masalah keluarga. Melihat sekeliling kamar yang hanya ada dia dan Monika, Luna
melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.00. Sebernanya Luna tidak
ingin pulang, karena dia takut mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Namun
Luna tidak mau merepotkan sahabatnya itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang
kerumah dan pamit ke Monika pulang.
”
Mon aku pulang dulu ya”
“iya
Mut, Aku antar pulang ya???”
“Gak
usah Mon, udah dijemput Pak Budi di depan kog”
“OH
yaudah kalau gitu, hati-hati ya Mut...”
“
Iya”
Selama perjalanan pulang Luna hanya
ngelamun. Luna berusaha tidak memikirkan sesuatu yang akan terjadi dirumah
nanti. Namun kejadian itu selalu melintas di pikiran Luna. Yaitu kejadian
dimana mama dan papa Luna bertengkar. Pertengkaran yang membuat kepalah Luna
pusing. Hingga tak terasa Luna udah tiba di depan rumahnya. “Udah nyampek non”
kata Pak Budi yang membangunkan Luna dari lamunannya. “Oh iya pak, makasi”
sahut Luna dengan senyumannya yang hangat. Tanpa banyak bicara Luna langsung
masuk kedalam kamarnya. Lalu ia mandi dan ganti pakaian. Rencananya setelah
mandi Luna mau kedapur untuk melihat masakan Mbok Na. Tapi ketika membuka pintu
kamar Luna mendengar pertengkaran kedua orangtuanya, dan akhirnya Luna
memutuskan untuk tidak kedapur dan menutup kembali pintu kamrnya. Dibalik
selimutnya yang hangat Luna meneteskan air matannya. Luna berdoa semoga Tuhan
memberikan hidayah kepada kedua orangtuanya. “Ya Tuhan berilah kebahagian untuk
keluargaku ini dan berilah hidayah kepada orang tua ku.” Hingga akhirnya Luna
terlelep.
Hari minggu yang cerah. Hari ini
Luna tidak mau mengingat masalah-masalah yang terjadi kemarin malam. Luna hanya
ingin berusaha untuk membuat keluarganya tersenyum bahagia. Berhubung tadi
malam Luna tidak jadi makan, perutnya laper banget. Lalu Luna cepat-cepat mandi
dan menuju kedapur. Tak disangkanya saat Luna menuju dapur ternyata ada mama
nya yang sedang masak. Luna senang sekali, karna memang mamanya jarang sekali
memasak. Akhirnya ia memutuskan untuk membantu mamanya memasak, lalu mengajak
keluarganya untuk makan bersama.
“
Pagi ma...., lagi masak ma yah? Luna bantuin ya?”
“
iya sini bantuin mama motong sayurnya ya nak!!!”
“
iya ma, Oh iya ma dari tadi aku kog gak ngelihat mbok Nah ya?”
“Tadi
mbok Nah lagi belanja kepasar”
“Oh
gitu”
Sudah
satu jam Luna membantu mamanya memasak, dan akhirnya selesai juga. Lalu Luna mengmbilkan
dua mangkok sub untuk Pak Budi dan mbok Nah. Pak Budi yang sedang nyuci mobil
langsung senang melihat Luna datang mengambilkan sub untuknya. Luna memang baik
sama siapa saja, dia tidak membeda-bedakan antara si A dan si B. “ Pagi pak,
ini ada sub buat pak. Budi” sapa Luna dengan senyumya yang bikin orang senang
melihatnya. “ Makasi ya non, sepertinya sub nya enak banget” jawab Pak Budi. “Sama-sama
pak”. Luna senang melihat orang lain senang, itulah Luna sikapnya yang baik dan
ramah membuat orang senang dengannya. Setelah itu Luna mengajak mama dan papa
nya untuk makan bersama di meja makan. Disitulah Luna dan keluarganya bersanda
gurau, Luna ingin keluarganya kembali seperti dulu, yaitu saat-saat keluarganya
bahagia. “ Ya tuhan aku senang sekali melihat keluarga ku tersenyum lagi,
makasi Tuhan”. Sedang asik-asiknya keluarga itu bersanda gurau, tiba-tiba saja
Luna mengeluh.
“
Aduuh, kepala ku”
“Kamu
kenapa nak, sakit???” Tanya mama Luna dengan nada yang khawatir.
“
Oh, ngga aku gak apa-apa ma, Cuma sedikit pusing aja” ucap Luna sambil
tersenyum.
“
minum obat ya Lun, papa gak mau kamu kenapa-napa, setelah itu baru kamu
istirahat dikamar” nada bicara papa yang terdengar begitu khawatir.
“
Iya pa” jawab Luna dengan senyumnya
Dikamarnya yang terkesan elegan,
nuansa coklat mendominasi setiap sudut ruangan. Luna terduduk lemas di ranjang,
dengan memikirkan peristiwa yang sangat Luna senangi. Yaitu peristiwa dimana
Luna melihat senyuman yang terukir dibibir kedua orangtuanya. Hal yang
membuatnya bahagia adalah senyuman kedua oarngtua dan sahabatnya.
Dngan baju berwarna putih hijau Luna
mengikuti pelajaran olahraga di lapangan sekolahnya. Panas matahari yang terik
tak membuat Luna patah semangat untuk berolahraga. Apa lagi Luna olahraga
bersama ketiga sahabatnya yaitu Dina, Monika, dan Fara. Walapun hari ini Luna
tidak enak badan, tapi Luna tidak mau melihatkan sakitnya di depan semua
sahabatnya. Disudut ruangan kelas, Luna sedang asik menali sepatu ketnya.
Tiba-tiba Monika, Dina, dan Fara datang menghampirinya.
“Hai
Cimuuuut...” teriak ketiga sahabatnya.
“yuk
kita kelapangan, udah ditungguin tu sama pak kar”
“iya-iya
tunggu” ujar Luna
Dilapangan yang cukup luas dan
bersih itu, para siswa melakukan beberapa jenis olah raga. Ada yang sepak bola,
basket, bulu tangkis, voli, dan ada juga yang bermain loncat tali seperti yang
dilakukan Luna dan teman-teman nya saat ini. Ditengah keramain para siswa
melakukan aktifitas oahraga tiba-tiba kepala Luna pusing dan hidung nya pun
juga keluar darah. Tanpa butuh waku lama, Luna langsung terjatuh dan pingsan.
Fara yang melihat Luna pingsan langsung menghampiri Luna dengan raut muka yang
tidak karuan.”Mut kamu kenapa mut???” tanya Fara dengan nada yang khawatir.
Dina dan Monika yang berdiri tak jauh dari Fara langsung membawa Luna ke UKS.
Setelah empat jam menunggu Luna di
UKS akhirnya Luna sadar juga. Ketiga sahabatnya itu melihat luna dengan sorot
mata penuh kekhawatiran. “kalian kenapa, kog ngelihat aku seperti itu?” tanya
Luna dengan senyumnya yang hangat. “untunglah kamu sudah sadar Mut, sebenrnya
kamu sakit apa sii Mut??? Kog akhir-akhir ini kamu jadi sering mimisan???”
tanya Monika yang duduk di sampingnya. “Aku gak kenapa-napa kog, palingan Cuma
kecapeken” ujar Luna dengan nada meyakinkan ketiga sahabatnya itu. “Ya Tuhan
berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan
menjemputku untuk menghadapmu??? Sebelum itu semua terjadi, berilah kesempetan
aku untuk membahagiakan orang-orang disekitarku.” erang hati Luna. Di vonis
menderita leukimiasejak 6 bulan yang lalu dan tidak akan berumur lama lagi
sunggu menyakitkan bagi Luna, usianya yang baru 17 tahun, dengan segudang
cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti satupun tak akan terwujud.
Di ruang keluarga mama Luna menemani
papa Luna yang baru pulang dari kantor. Semenjak makan pagi bersama itu papa
dan mama Luna mulai jarang ribut. Mungkin melihat putri semata wayangnya yang
akhir-akhir ini kondisinya kurang baik.
“Pa
tadi kata-teman Luna, Luna pingsan disekolahan saat olahraga aku jadi khawatir
dengan kondisi Luna sekarang” Ujar mama Luna
“
Sakit apa sebenarnya anak kita ma??? Kalau kita ajak kedokter dia selalu
menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya
parah” dengan nada khawatir papa Luna bicara dengan istrinya.
“
Entahlah pa, mama juga bingung” Ujar mama Luna lagi
Ternyata sakit yang dirasakan Luna
siang itu adalah pertanda dia akan segera dipanggil menghadap Tuhan, saat minta
ijin untuk istirahat pada mamanya, kesehatan Luna benar-benar drop, dengan
panik kedua orangtua Luna melarikan putrinya ke rumah sakit, yang diantar dengan
pak Budi. Setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Luna sedikit terlihat
tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu redup.
”Pak
bisa kita bicara sebentar diruangan saya?” kata dokter Andi, yang juga
merupakan dokter pribadi keluarga Luna.
“
Baiklah dok” sambut papanya Luna.
Setelah
kedua oarngtua Luna duduk di ruang dokter Andi, mereka akhirnya mulai bicara.
“maafkan
saya sebelumnya pak, sebenarna saya sudah tau penyakit yang diderita putri
bapak sejak 6 bulanyang lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya
merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya gak bisa berbuat apa-apa.
Putri bapak terkena leukimia,“ ujar dokter Andi lirih.
Cukup
lirih memang kata-kata pak Andi, tapi mampu membuat jantung kedua orangtua Luna
berdetak lebih cepat dari biasanya.
“apa???
Leukimia??? Separah apa dok??” keras nada suara papa Luna
“
sudah parah pak, umur Luna tidak akan lama” sambung dokter kembali.
Setelah
berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir dipipih
mama Luna. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit itu. “Udah, ma, jangan
nangis terus, pengobatan Luna akan diusahakan, kita akan mengusahakan
kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik
buat keluarga kita”, hibur papa Luna. “mari kita tengok Luna!!” ajaknya lagi.
Disebuah ruangan yang berdinding
putih, terlihat beberapa remaja yang sedang menghibur sahabatnya yang lagi
terbaring lemah diatas ranjang. Dengan muka yang pucat Luna berusaha melihatkan
wajah ceriahnya kepada ketiga sahabatnya itu. Luna memang bukan wanita yang
mudah putus asa dan dia tidak mau melihat orang-orang disekitarnya sedih. “Memasuki ruangan
perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh
kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama, kenapa? Kok sedih begitu?” ujar
Luna lirih.“Gak apa-apa sayang”, berbisik mama Luna tak kuasa menahan air
matanya. “Maafkan Luna, Ma, Pa, Luna tak bermaksud membuat Mama dan Papa
terluka seperti ini, Luna hanya tak ingin menyusahkan kalian” Luna berkata
dengan terbata-bata.
Belum
ada beberapa menit Papa dan Mama Luna di kamar putrinya, tiba-tiba Luna
kejang-kejang. Dengan panik Papa Luna memanggil dokter Andi. Dokter Andi
menangani Luna lumayan lama, hingga akhirnya dokter Andi keluar, muka beliau
kelihatan sangat sedih.
“Bagaimana
anak saya, dok?” tanya Papa Luna.
“Maaf
pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain, Luna
sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter.
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”,
teriak Mama Luna histeris,“ Luna tidak mungkin meninggal, Luna masih hidup,”
seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka.
Walaupun Luna sudah tidak ada di
dunia ini, namun kebaikan, keceriaan, dan kebahagiaan Luna akan selalu ada
dihati mereka yang ditinggalkannya. Tidak ada cinta dan persahabatan yang hadir
di garis hidup kita tanpa meninggalkan bekas di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar