Rabu, 20 Februari 2013

tugas cerpen dari sekolah

Hai sobat... dua bulan yang lalu aku mendapatkan tugas dari sekolah loh.Tugasnya itu aku disuruh membuat cerpen. Setelah beberapa hari berfikir, aku memutuskun membuat cerpen tentang pershabatan. Cerpen yang berjudul "KEBAHAGIAAN UNTUK SAHABAT DAN KELUARGA" ini adalah cerpen pertamaku. Ingin tau ceritanya, baca sendiri dibawah ini. Ok.....



Kebahagiaan untuk Sahabat dan Keluarga
Namaku Luna. Karena tubuhku yang kecil, orang-orang memanggilku Cimut. Luna adalah anak tunggal yang lahir dari seorang keluarga yang cukup mapan. Namun dengan kondisi keluarganya yang selalu ribut, Luna ingin memberikan kebahagian untuk kedua orangtuanya dan orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap hari Luna selalu diantar Pak Budi untuk berangkat sekolah. Pak Budi sudah bekerja di keluarga luna sebagai sopir sejak Luna masi kecil. Tapi Luna sudah menganggap Pak Budi seperti ayah sendiri. Begitu juga Pak Budi, yang sudah menganggap Luna seperti anaknya sendiri. Karena Luna selalu menyayanginya seperti ayah sendiri, walaupun Pak Budi hanya seorang supir. Pagi ini Luna bangun kesiangan. “ Pagi Pak Budi...” Sapa luna dengan mulut yang penuh roti. Pak Budi sampai tertawa melihat pipi Luna yang penuh makanan. “ Eh non Luna, telat lagi non? Tanya Pak Budi. “Iya pak.  Pak ayo kita langsung berangkat aja, soalnya Luna udah telat!” kata luna dengan tergesah-gesah. Sesampainya disekolah Luna langsung lari dan masuk ke kelasnya.
            Bel istirahat telah berbunyi,  Luna yang dari tadi lapar langsung pergi kekantin  dengan ketiga sahabat nya yaitu Dina, Monika, dan Fara. Ibu kantin yang sudah hafal dengan kebiasaan mereka langsung mengambilkan 4 porsi bakso dan es teh. Tanpa melihat kanan kiri Luna dan sahabatnya langsung menyantab bakso yang ada didepannya. “Aduh perutku kenyang banget nie” kata Dina yang tubuhnya paling besar diantara ketiga sahabatnya itu. “Kamu sii din kalau makan gak ingat-ingat perut celenganmu itu, yang sepertinya udah mau meledak aja” kata Fara. Mendengar ucapan Fara , Monika dan Luna yang sedang asik melihat sahabatnya itu makan langsung tertawa. Luna dan ketiga sahabatnya itu bersahabat sejak mereka duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Waktu itu mereka yang sedang mengikuti masa orientasi siswa sedang mendapatkan tugas dari kakak kelas mereka. Mereka bertemu dalam satu kelompok. Disitulah mereka mulai bersahabat dan saling tolong menolong. Dan ternyata persahabatan mereka masi berlangsung hingga sekarang. Akhirnya bel masuk berbunyi keempat sahabat itu meletakkan beberapa lembar uang di meja dan langsung kembali kekelas masing-masing.
            Sepulang sekolah Luna bersama ketiga sahabatnya pergi main kerumah Monika. “kalian jadi kerumahku kan???” tanya Monika. “tentu aja” kata Luna. Dina yang dari tadi asik makan ciki yang ada di tangannya itu, ikut-ikutan ngejawab. “Tapiii... dirumah kamu banyak makanan kan Mon???” Dengan serentak ketiga sahabatnya yang lain pun menjawab “Genduuut.... makanan terus yang dipikirin” Karena badan Dina yang gemuk seperti kerbau, mereka sering memanggilnya Gendut. Sesampainya dikamar Monika, Luna langsung merentangkan tubuhnya ke kasur yang diikuti juga oleh Fara. Saat kita sedang asik tiduran, tiba-tiba Monika masuk dengan membawa beberapa minuman dan roti buatan mamanya. Mamanya Monika itu memang jago banget kalau urusan masak-memasak. Jadinya kita sering banget di suguhi beberapa kue. Seperti saat ini kue yang sedang asik Luna makan.
“Hem enak banget mon, roti buatan mama kamu memang paling enak di dunia” kata Luna.
“Bilang aja Mut, kalau kamu minta dibuatin lagi” sahut fara yang sedang baca novel.
“tenang aja, masi banyak kog. Hehehehe” jawab Monika.
Di kamar yang tidak terlalu besar itu mereka berbicara banyak hal, mulai dari masalah novel terbaru, film tebaru yang tayang di bioskop, percintaan, sampai masalah keluarga. Melihat sekeliling kamar yang hanya ada dia dan Monika, Luna melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 18.00. Sebernanya Luna tidak ingin pulang, karena dia takut mendengar pertengkaran kedua orangtuanya. Namun Luna tidak mau merepotkan sahabatnya itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang kerumah dan pamit ke Monika pulang.
” Mon aku pulang dulu ya”
“iya Mut, Aku antar pulang ya???”
“Gak usah Mon, udah dijemput Pak Budi di depan kog”
“OH yaudah kalau gitu, hati-hati ya Mut...”
“ Iya”
            Selama perjalanan pulang Luna hanya ngelamun. Luna berusaha tidak memikirkan sesuatu yang akan terjadi dirumah nanti. Namun kejadian itu selalu melintas di pikiran Luna. Yaitu kejadian dimana mama dan papa Luna bertengkar. Pertengkaran yang membuat kepalah Luna pusing. Hingga tak terasa Luna udah tiba di depan rumahnya. “Udah nyampek non” kata Pak Budi yang membangunkan Luna dari lamunannya. “Oh iya pak, makasi” sahut Luna dengan senyumannya yang hangat. Tanpa banyak bicara Luna langsung masuk kedalam kamarnya. Lalu ia mandi dan ganti pakaian. Rencananya setelah mandi Luna mau kedapur untuk melihat masakan Mbok Na. Tapi ketika membuka pintu kamar Luna mendengar pertengkaran kedua orangtuanya, dan akhirnya Luna memutuskan untuk tidak kedapur dan menutup kembali pintu kamrnya. Dibalik selimutnya yang hangat Luna meneteskan air matannya. Luna berdoa semoga Tuhan memberikan hidayah kepada kedua orangtuanya. “Ya Tuhan berilah kebahagian untuk keluargaku ini dan berilah hidayah kepada orang tua ku.” Hingga akhirnya Luna terlelep.
            Hari minggu yang cerah. Hari ini Luna tidak mau mengingat masalah-masalah yang terjadi kemarin malam. Luna hanya ingin berusaha untuk membuat keluarganya tersenyum bahagia. Berhubung tadi malam Luna tidak jadi makan, perutnya laper banget. Lalu Luna cepat-cepat mandi dan menuju kedapur. Tak disangkanya saat Luna menuju dapur ternyata ada mama nya yang sedang masak. Luna senang sekali, karna memang mamanya jarang sekali memasak. Akhirnya ia memutuskan untuk membantu mamanya memasak, lalu mengajak keluarganya untuk makan bersama.
“ Pagi ma...., lagi masak ma yah? Luna bantuin ya?”
“ iya sini bantuin mama motong sayurnya ya nak!!!”
“ iya ma, Oh iya ma dari tadi aku kog gak ngelihat mbok Nah ya?”
“Tadi mbok Nah lagi belanja kepasar”
“Oh gitu”
Sudah satu jam Luna membantu mamanya memasak, dan akhirnya selesai juga. Lalu Luna mengmbilkan dua mangkok sub untuk Pak Budi dan mbok Nah. Pak Budi yang sedang nyuci mobil langsung senang melihat Luna datang mengambilkan sub untuknya. Luna memang baik sama siapa saja, dia tidak membeda-bedakan antara si A dan si B. “ Pagi pak, ini ada sub buat pak. Budi” sapa Luna dengan senyumya yang bikin orang senang melihatnya. “ Makasi ya non, sepertinya sub nya enak banget” jawab Pak Budi. “Sama-sama pak”. Luna senang melihat orang lain senang, itulah Luna sikapnya yang baik dan ramah membuat orang senang dengannya. Setelah itu Luna mengajak mama dan papa nya untuk makan bersama di meja makan. Disitulah Luna dan keluarganya bersanda gurau, Luna ingin keluarganya kembali seperti dulu, yaitu saat-saat keluarganya bahagia. “ Ya tuhan aku senang sekali melihat keluarga ku tersenyum lagi, makasi Tuhan”. Sedang asik-asiknya keluarga itu bersanda gurau, tiba-tiba saja Luna mengeluh.
“ Aduuh, kepala ku”
“Kamu kenapa nak, sakit???” Tanya mama Luna dengan nada yang khawatir.
“ Oh, ngga aku gak apa-apa ma, Cuma sedikit pusing aja” ucap Luna sambil tersenyum.
“ minum obat ya Lun, papa gak mau kamu kenapa-napa, setelah itu baru kamu istirahat dikamar” nada bicara papa yang terdengar begitu khawatir.
“ Iya pa” jawab Luna dengan senyumnya
            Dikamarnya yang terkesan elegan, nuansa coklat mendominasi setiap sudut ruangan. Luna terduduk lemas di ranjang, dengan memikirkan peristiwa yang sangat Luna senangi. Yaitu peristiwa dimana Luna melihat senyuman yang terukir dibibir kedua orangtuanya. Hal yang membuatnya bahagia adalah senyuman kedua oarngtua dan sahabatnya.
            Dngan baju berwarna putih hijau Luna mengikuti pelajaran olahraga di lapangan sekolahnya. Panas matahari yang terik tak membuat Luna patah semangat untuk berolahraga. Apa lagi Luna olahraga bersama ketiga sahabatnya yaitu Dina, Monika, dan Fara. Walapun hari ini Luna tidak enak badan, tapi Luna tidak mau melihatkan sakitnya di depan semua sahabatnya. Disudut ruangan kelas, Luna sedang asik menali sepatu ketnya. Tiba-tiba Monika, Dina, dan Fara datang menghampirinya.
“Hai Cimuuuut...” teriak ketiga sahabatnya. 
“yuk kita kelapangan, udah ditungguin tu sama pak kar”
“iya-iya tunggu” ujar Luna
            Dilapangan yang cukup luas dan bersih itu, para siswa melakukan beberapa jenis olah raga. Ada yang sepak bola, basket, bulu tangkis, voli, dan ada juga yang bermain loncat tali seperti yang dilakukan Luna dan teman-teman nya saat ini. Ditengah keramain para siswa melakukan aktifitas oahraga tiba-tiba kepala Luna pusing dan hidung nya pun juga keluar darah. Tanpa butuh waku lama, Luna langsung terjatuh dan pingsan. Fara yang melihat Luna pingsan langsung menghampiri Luna dengan raut muka yang tidak karuan.”Mut kamu kenapa mut???” tanya Fara dengan nada yang khawatir. Dina dan Monika yang berdiri tak jauh dari Fara langsung membawa Luna ke UKS.
            Setelah empat jam menunggu Luna di UKS akhirnya Luna sadar juga. Ketiga sahabatnya itu melihat luna dengan sorot mata penuh kekhawatiran. “kalian kenapa, kog ngelihat aku seperti itu?” tanya Luna dengan senyumnya yang hangat. “untunglah kamu sudah sadar Mut, sebenrnya kamu sakit apa sii Mut??? Kog akhir-akhir ini kamu jadi sering mimisan???” tanya Monika yang duduk di sampingnya. “Aku gak kenapa-napa kog, palingan Cuma kecapeken” ujar Luna dengan nada meyakinkan ketiga sahabatnya itu. “Ya Tuhan berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu??? Sebelum itu semua terjadi, berilah kesempetan aku untuk membahagiakan orang-orang disekitarku.” erang hati Luna. Di vonis menderita leukimiasejak 6 bulan yang lalu dan tidak akan berumur lama lagi sunggu menyakitkan bagi Luna, usianya yang baru 17 tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti satupun tak akan terwujud.
            Di ruang keluarga mama Luna menemani papa Luna yang baru pulang dari kantor. Semenjak makan pagi bersama itu papa dan mama Luna mulai jarang ribut. Mungkin melihat putri semata wayangnya yang akhir-akhir ini kondisinya kurang baik.
“Pa tadi kata-teman Luna, Luna pingsan disekolahan saat olahraga aku jadi khawatir dengan kondisi Luna sekarang” Ujar mama Luna
“ Sakit apa sebenarnya anak kita ma??? Kalau kita ajak kedokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah” dengan nada khawatir papa Luna bicara dengan istrinya.
“ Entahlah pa, mama juga bingung” Ujar mama Luna lagi
            Ternyata sakit yang dirasakan Luna siang itu adalah pertanda dia akan segera dipanggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada mamanya, kesehatan Luna benar-benar drop, dengan panik kedua orangtua Luna melarikan putrinya ke rumah sakit, yang diantar dengan pak Budi. Setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Luna sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu redup.
”Pak bisa kita bicara sebentar diruangan saya?” kata dokter Andi, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Luna.
“ Baiklah dok” sambut papanya Luna.
Setelah kedua oarngtua Luna duduk di ruang dokter Andi, mereka akhirnya mulai bicara.
“maafkan saya sebelumnya pak, sebenarna saya sudah tau penyakit yang diderita putri bapak sejak 6 bulanyang lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya gak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia,“ ujar dokter Andi lirih.
Cukup lirih memang kata-kata pak Andi, tapi mampu membuat jantung kedua orangtua Luna berdetak lebih cepat dari biasanya.
“apa??? Leukimia??? Separah apa dok??” keras nada suara papa Luna
“ sudah parah pak, umur Luna tidak akan lama” sambung dokter kembali.
Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir dipipih mama Luna. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit itu. “Udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Luna akan diusahakan, kita akan mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur papa Luna. “mari kita tengok Luna!!” ajaknya lagi.
            Disebuah ruangan yang berdinding putih, terlihat beberapa remaja yang sedang menghibur sahabatnya yang lagi terbaring lemah diatas ranjang. Dengan muka yang pucat Luna berusaha melihatkan wajah ceriahnya kepada ketiga sahabatnya itu. Luna memang bukan wanita yang mudah putus asa dan dia tidak mau melihat orang-orang disekitarnya sedih.Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama, kenapa? Kok sedih begitu?” ujar Luna lirih.“Gak apa-apa sayang”, berbisik mama Luna tak kuasa menahan air matanya. “Maafkan Luna, Ma, Pa, Luna tak bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Luna hanya tak ingin menyusahkan kalian” Luna berkata dengan terbata-bata.
Belum ada beberapa menit Papa dan Mama Luna di kamar putrinya, tiba-tiba Luna kejang-kejang. Dengan panik Papa Luna memanggil dokter Andi. Dokter Andi menangani Luna lumayan lama, hingga akhirnya dokter Andi keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih.
“Bagaimana anak saya, dok?” tanya Papa Luna.
“Maaf pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain, Luna sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter.
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”, teriak Mama Luna histeris,“ Luna tidak mungkin meninggal, Luna masih hidup,” seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka.
            Walaupun Luna sudah tidak ada di dunia ini, namun kebaikan, keceriaan, dan kebahagiaan Luna akan selalu ada dihati mereka yang ditinggalkannya. Tidak ada cinta dan persahabatan yang hadir di garis hidup kita tanpa meninggalkan bekas di sana. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar